Punya Perasaan Bersyukur yang Tulus Kepada Allah Perlu Latihan, Yuk Berlatih

Hari ini, perasaanku terasa tidak jelas. Iseng aku membuka blog yang lama. Sudah kuprivat blognya, tapi postingannya tetap bisa aku baca. Aku pun sampai pada tulisanku pada 2016 yang lalu. Postingan itu bercerita tentang betapa banyaknya nikmat Allah, tapi manusia, tepatnya saya sering lupa dan tidak mensyukuri nikmat-Nya. Meskipun mulut berucap, tapi hati dan tindakan tidak mencerminkan seperti yang dikatakan oleh mulut.

Ketika itu mamah sering bercerita, ketika dahulu mamah memberi tahu alm abah (kakek) kalau harga beras naik.

Mamah: “Bah, berasnya naik.”
Abah: “Ya engga apa-apa, nanti juga ada rezeki buat belinya.”
Mamah: nyengir
Aku yang dengar ceritanya juga ikut nyengir.

Aku termasuk orang yang sering mengeluh ketika harga-harga naik, semisal token yang terasa cepat habis, padahal penggunaan sudah sedikit, selebaran datang yang menginformasikan kalau tarif air akan naik, bbm yang naik, dan semua-semua yang naik. Sementara pendapatan terasa semakin ah gimana ini.

Paling gampangnya adalah melihat sisi negatif dan mengeluh. Apalagi. Mengeluh itu memang paling gampang. Duh, semua pada naik, gaji engga naik, pendapatan segitu-gitu aja. Ish. kurang bersyukur, ya. Padahal, dari dulu juga semua sulit, tinggal gimana kita menerima dan menyiasati kesulitan kita.

Termasuk juga mengeluhkan kenaikan harga. Ketika mamah cerita itu aku langsung teringat sahabatku, dia juga mengatakan hal yang sama. Kalau semua harga naik, kita berdoa saja kepada Allah, Nung, supaya Dia mencukupkan rezeki kita. Engga usah khawatir. Yang penting kita bekerja dan berdoa saja.

Itu juga yang sering kukatakan kepada diriku sendiri ketika harga-harga naik, ketika dulu harga bawang naik, beras, bbm, semuanya. Ah, semua naik, yang penting ada rezekinya. Engga usah khawatir, kalau engga kebeli, ya engga usah dibeli. Kita manusia ini kadang suka menyusahkan diri sendiri. Diperbudak sama keinginan. Jadi inget lagi kata Om Iwan Fals, kalau keinginan itu sumber penderitaan. Dan itu memang benar sodara-sodara.

Tidak mengikuti hawa nafsu alias memperturutkan semua keinginan plus bersyukur dengan semua yang kita miliki, sebenarnya itu akan membuat hidup lebih tenang. Bersyukur saja setiap hari karena ketika bisa shalat dengan sempurna, masih bisa bersujud, masih punya tempat berteduh, bekerja dengan tenang, punya suami/istri yang baik, anak (bagi yang sudah punya), tubuh yang sehat, bisa makan tiga kali sehari, punya tetangga yang baik, masih bisa bayar listrik, masih ada yang mau ngutangin, punya pakaian yang layak, dan masiiih banyak lagi. Sebenarnya tanpa perlu semua dirinci satu per satu itu sudah merupakan surga dunia. Tidak semua orang bisa memilikinya.

Ngomong-ngomong gini, aku jadi inget perkataan salah seorang trainer. Katanya, untuk hidup bahagia dan tenang, yang kita perlukan adalah memperkecil standar kebahagiaan kita. Semakin kecil standar kebahagiaan kita semakin besar rasa syukur kita terhadap segala sesuatu yang kita miliki saat ini dan memperkecil pula perasaan iri dan dengki terhadap nikmat yang dimiliki oleh orang lain.

Salah satu sms yang sering dikirimkan sahabat ada yang berisi tentang apa sebenarnya makna yakin kepada Allah.

Ibnu Mas’ud mengatakan, “Yakin adalah engkau tidak mencari keridhaan manusia dengan kemurkaan-Nya. Engkau tidak memuji seseorang (tidak mencari muka) demi mendapatkan rezeki dari-Nya dan tidak mencela seseorang atau sesuatu yang tidak diberikan Allah kepadamu. Ketahuilah, rezeki tidak diperoleh dengan ketamakan dan tidak tertolak dengan kebencian seseorang. Sesungguhnya Allah menjadikan ketenangan dan kelapangan ada di dalam yakin dan ridha kepada-Nya serta menjadikan kesedihan ada di dalam keraguan dan kebencian.”

Mengeluh bisa berarti tidak mensyukuri nikmat yang kita dapatkan. Kenikmatan atau kebahagiaan yang dimiliki orang lain itu mudah terlihat oleh kita, padahal kebahagiaan dan nikmat yang diberikan Allah kepada kita maksudnya aku, juga tidak kalah besar. Kalau kata pepatah, semut di ujung pulau terlihat sementara gajah di pelupuk mata tidak terlihat. Benar, kan.

Harus lebih banyak lagi bersyukur dengan apa yang aku miliki saat ini. Apalagi  yang kurang, semuanya sudah ada. Tinggal menambah rasa syukur kepada Allah, itu saja. Ringan ditulis dan diucapkan, tapi pelaksanaannya seberat memikul beras 10 ton, bahkan mungkin lebih.

Tinggalkan komentar